GRANDE RUE DE PÉRA: JALAN BARU

Spoiler: Sebuah novel tentang seorang yang mencoba berlari dari kehidupan bangsawannya, tapi takdir tetaplah takdir; ia seperti bayangan, sejauh apapun engkau berlari ia akan terus melekat erat mengikutimu. Sebuah catatan harian yang membuatnya menginjakkan kaki disebuah jalan bernama Grande Rue de Péra, disini dia kembali ke titik semula; bertemu dengan seseorang dari garis keturunan kerajaan.

***

KEPINGAN I
GRANDE RUE DE PÉRA; Jalan Baru.

MAKHLUK senantiasa hidup dengan harapan-harapan; harapan seorang ayah agar esok bisa pulang bukan sekedar membawa uang Rp.5000 dengan senyuman “nak hari ini kita makan ayam”, harapan seorang guru agar murid-muridnya menjadi sosok yang lebih baik daripadanya dan mungkin juga harapan sebatang tunas muda untuk bertemu hujan di musim kemarau. Adapula sebagian makhluk yang menjalani kehidupan setengah robot, mengikuti norma-norma adat yang berlaku dan terlebih memenuhi program yang telah ditentukan kedua orang-tua hanya karena makhluk hidup yang ditakdirkan menjadi manusia itu terlahir dengan darah yang berbeda, karena ia seorang: bangsawan.

Pembaca, izinkan ku sampaikan sesuatu sebelum anda terlalu jauh berkhayal tentang kisah perjalanan kehidupan seorang yang terlahir berdarah biru. Ini bukanlah kisah dongeng tentang putri-raja yang setelah beberapa ratus halaman anda akan menemukan tulisan “and they lived happily ever after” bukan pula tentang kisah romantis nan herois yang akan membuat anda melayang terbang ke awang-awang. (Juga) bukan tentang kisah sang pemimpi yang akhirnya menginjak tanah impian. Gambaran tentang kisah ini kurang lebihnya mengutip beberapa kalimat dalam novel Shirley:

“Calm your expectation; reduce them to a lowly standard. Something real, cool and solid lies before you; something unromantic as Monday morning, when all who ave work wake with the consciousness that they must rise and betake themselves thereto.”

***

Karena dibangun dengan arsitektur di zaman Belanda rumah ini senantiasa terjaga dari panas menyengat musim panas pertengahan tahun. Jendela menjulang tinggi memberikan keleluasaan udara menari-nari didalam bangunan klasik era penjajahan. Jendela kamar berhadapan langsung dengan gerbang yang usianya lebih tua dari kakek; sebuah gerbang bertulis Bondjeroek, ejaan lama untuk desa Bonjeruk. Dari gerbang kualihkan tatapan nanar ke koper coklat yang berisi perlengkapan seadanya nanti dinegeri Kiwi. Nafas panjang kuhela berkali-kali untuk kehidupan setengah robot yang kujalani semenjak usia belia—adapun asal muasal manusia setengah robot ini ada baiknya saya ceritakan di fragmen lain.

Kuedarkan pandangan ke rak buku untuk mencari buku yang tepat menemani perjalanan berjam-jam menuju bandara Auckland. Tracy Chevalier; Girl with Pearl Earring, Sapardi Djoko Damono; Hujan Bulan Juni, Danielle Steel; Legacy. Eh tapi ada yang salah, sebuah buku berwarna ungu muda terselip diantara Legacy dan Hujan Bulan Juni.

Ah ya, itu buku catatan yang beberapa bulan sebelum wisuda kutemukan di perpustakaan, tergeletak begitu saja didekat tumpukan buku referensi skripsiku. Sampai sekarang entah apa arti Kr36:410049N285718S di sampul depannya. Yang menarik adalah sebuah prosa satu bait dihalaman pertamanya:

It’s enough for me to love you from distance-loving you is just like being in love to the beaches, to the mountains and to the falls-I can freely love them but they cannot be mine. Grande Rue de Péra 03/09/2011.

Sepertinya menarik untuk dibawa bersama dengan Legacy-nya Danielle Steel. Pilihan yang tepat, kisah perjalanan seorang Indian Amerika Dakota Sioux ke Prancis mengejar cintanya bersanding dengan buku harian catatan cinta yang tak terkejar. Hidup memang tentang sebuah ironi. Tunggu! Prancis-Amerika? Dan dalam hitungan detik kalap kubuka salah satu translation engine dari bahasa Prancis ke bahasa Inggris : Grande Rue de Péra: Independence Avenue. Independence Avenue. Search. Enter! Washington DC-USA.

***

Entah kegilaan apa yang menyerangku sehingga kualihkan layar perahuku menuju sebuah kota dengan Grande Rue de Péra. Kuputuskan mengikuti setiap jejak pemilik buku catatan harian ini. Mungkin rasa penasaran ini hanya sebuah tameng akan rasa ingin lepas dari kehidupan setengah robot, ku ingin pergi lebih jauh bukan hanya sekedar negara tetangga. Ah, mungkin, mungkin saja. Benang kusut tentang hidup, tentang sebuah jalan ini buyar ketika seseorang preman berteriak kepada ibu disebelah bangkuku.
“Bu, ini kursi saya. Cepat pindah!”
“Tapi saya tadi udah bilang ke supirnya kalau kita tukar tempat duduk”
“Itu urusan ibu dengan supirnya, saya gak mau tau! Ini kursi saya!”
Ya Allah dosa apa yang hamba perbuat? Tidakkah cukup menderita perjalanan dua hari dua malam Lombok-Jakarta demi wawancara beasiswa? Sekarang sebangku dengan preman pula. Ada rasa menyesal beasiswa ke New Zealand kubatalkan begitu saja demi sebuah rasa penasaran akan sebuah catatan harian berwarna ungu muda. Untuk sementara sepertinya aku harus bersahabat dengan kenyataan. Demi sebuah jalan baru, jalan kemerdekaan jauh dari tatapan norma-norma adat. Jalan menuju Grande Rue de Péra, Independence Avenue, Jalan Merdeka.

—Bersambung ke KEPINGAN II: Roman Picisan Sang Preman—

A CREPUSCULAR: HUJAN BULAN JUNI

A CREPUSCULAR: HUJAN BULAN JUNI

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Tak apa-apa ya. Sesekali kita membahas salah satu puisi kesayangan saya. Puisi diatas judulnya Hujan Bulan Juni. Saya suka puisi ini bukan hanya karena saya lahir di bulan Juni, tapi juga disebabkan puisi ini penuh makna.

Kalau dirunut-runut dari tahun puisi ini diciptakan, dimasa itu musim relatif stabil – maksud saya musimnya tak galau – jadi bulan juni sudah tak mungkin lagi akan ada turun hujan karena sudah masuk musim kemarau. Jadi puisi diatas menceritakan suatu hal yang menurut manusia tidak mungkin terjadi. Perhatikan bait pertama puisinya; ini tentang bagaimana ketabahan hujan yang walau ia rindu kepada pohon berbunga, hujan tetap tabah merahasiakan rindunya. Seperti juga seseorang yang memendam rindu – atau cinta mungkin – kepada seseorang dan mungkin seseorang itu terlalu jauh untuk ia gapai.

Hey, apakah saya disini sedang membicarakan keputus-asaan? Nope. Saya justru disini ingin membahas sesuatu yang – mungkin – mencerahkan. Jadi di Istanbul beberapa hari di bulan Juni ini turun hujan yang membuat kami disini malah malas untuk keluar disamping memang sedang minggu-minggu ujian. Jadi maksud saya disini adalah tak ada hal yang tak mungkin di dunia, meminjam sebuah jargon dari salah satu pertai politik: IMPOSSIBLE IS NOTHING. Tak ada hal yang tak mungkin di dunia, kadang mungkin dunia dalam pikiran kita aja yang terlalu sempit. Maybe you could move a little bit; move your feet a little bit to neighbor country (maybe), or move a little bit to neighbor continent. Who knows what surprise(s) you might get. Move a little bit supaya kita bisa melihat bahwa HUJAN BULAN JUNI itu is more than POSSIBLE; supaya dia yang tak terjangkau itu jadi terjangkau. TRUST ME. You should try.

Seperti judul diatas CREPUSCULAR; sebuah kata dalam bahasa inggris yang saya tidak menemukan artinya dalam bahasa Indonesia, crepuscular adalah cahaya matahari yang menyelinap diantara awan diwaktu senja. Kalau bingung akan penjelasan saya silahkan lihat gambar di bawah. Jadi walau sudah senja, matahari juga akan menemukan caranya untuk menyelinap memberi cahaya kepada bumi, walau waktunya sedikit, walau harus menembus kumpulan awan. YOU SHOULD SHINE! WHAT EVER IT TAKES. YOU SHOULD GRAB YOUR DREAM, WHATEVER IT TAKES!

*maaf akan bahasa yang campur-campur disebabkan oleh pikiran saya yang mumet menghadapi ujian. Tapi saya tak tahan untuk tidak menulis. Saya anggap ini sebagai a break membaca materi-materi kuliah. Sigh.

*semua foto di tulisan ini dari mbah google

Crepuscular1606_650x488

Kisah Lengkap Pemuda Ashabul Kahfi: Keagungan Allah, Kehebatan Ali, Kecerdasan Tamlikha

Moeflich H. Hart

*

Dalam surat Al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khaidir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya.

View original post 4,754 more words

NOTHING ELSE, BUT YOU: DREAMS!

Hi friends, I haven’t write a single post for days. There were some reasons; I was sick for several days, yea, they called it as ‘gastritis’. Well, I don’t know much about it but it was because I tortured and forced my body to work crossing the limit and also giving my body less nutrition. I admit that sometimes I eat late. No wonder, now God punished me to just lay on the bed. Too bad.

Anyway, I am writing again for my blog. Maybe you are wondering why now I write in English. The answer is merely because I want to improve my English. Now my English is such a suck!

And I would like to answer your curiosity on this post. Why the title is ‘Nobody, but you’. I also keep wondering why I randomly found a very beautiful song on YouTube; Wonder Girl – Nobody (cover). It was blow me away. And if someday a man come to me and sing this song, I will probably melted. I also asked myself ‘it’s a cover song, so the original song must be hilarious’. But, unfortunately I found out that the original song was sang by Korean such a type of girl band. Well, I never ever ever like such kind of girl band song—I hate them actually. Now I admit that this song is pretty cool, but it was just because the cover singer sing it wonderfully. If I can rate, the original song sang by Wonder girl and the cover song sang by singindor888 will be 5:9. Yes, singindor888 got 9 from me.

And I don’t know, somehow this song indirectly described my feeling; nobody but you. IF YOU HAVE A DREAM RIGHT NOW! TELL THE WORLD THAT YOU WILL  NEVER EVER EVER TURNED AWAY FROM THAT DREAM BEFORE YOU REACH IT. LET’S CHANGE IT INTO = NOTHING ELSE BUT YOU: DREAMS!